Psikologi Belajar: Teori-teori Pokok Belajar
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Secara pragarnatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip
umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan
atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan pristiwa belajar.
Penulis akan menguraikan teori-teori pokok belajar ini diawali dari teori yang
paling klasik tentang belajar, teori yang beraliran behariorism dan
cognitivism.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
itu teori klasik?
2.
Apa
itu teori behavioristik?
3.
Apa
itu teori psi-kognitif (kontemporer)
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui tentang teori klasik
2.
Untuk
mengetahui tentang teori behavioristik
4.
Untuk
mengetahui tentang teori psi-kognitif (kontemporer)
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
Klasik
Menurut teori ini, manusia terdiri dari jiwa (mind) dan badan
(body) atau zat (mater) jiwa dan zat ini berbeda satu sama lain. Badan adalah
suatu objek yang sempas kealat indra. Sedangkan jiwa adalah keahlian yang non
materill yang ada di dalam badan serta bertanggung jawab, sedangkan jiwa
merupakan fakta-fakta yang tersendiri, rasa sakit, frutasi, aspirasi,
apresiasi, tujuan dan kehendak itu, bukan hasil dari pada zat tetapi mempunyai
sumber tersendiri dalam realiata yang berbeda, realita ini disebut mind
subtansi.[1]
Menurut teori ini hakikat belajar adalah learning is a process of developing or training of mind,
kita belajar melihat objek dengan menggunakan substansi dan sensasi, kita mengembangkan
kekuatan mencipta, ingatan, keinginan, dan pikiran, dengan melatihnya, dengan
kata lain pendidika adalah suatu proses dari dalam atau inner devolopment,
tujuan pendidikan adalah self development atau self cultivation atau self
realization.
1.
Teori
Klasik Aristoteles[2]
Dalam teori transfer of training
Aristoteles berpendapat bahwa jiwa tidak lain adalah daya kerja otak, otak
manusia terdiri atas bagian-bagian yang masing-masing dapat dilatih sehingga
dapat mencapai kemampuan yang maksimal, hasil latihan bagian ini dapat
dipindahkan kebagian otak yang lain, sehingga memiliki daya kerja yang sarna
dengan hasil training, jadi hasil training pikiran dapat ditransfer kepada
ingatan, perasaan, kemauan dan lain-lain. Pengaruhnya dalam pengajaran, sampai
sekarang masih banyak guru yang berpendapat bahwa anak yang pandai berhitung
akan mudah menjadi pandai, membaca, menulis, menggambar, dan lain-lain. Sebab
belajar hanyalah proses mentransfer kepandaian berhitung.
Selain itu aristoteles menyebutkan
adanya tingkah laku organis yaitu: tingkah laku dari benda-benda mati yang
sepenuhnya tunduk pada hukum-hukum alam, misalnya batu yang dilempar keatas
akan jatuh kebawah kembali. Berdasarkan pendapat aristoteles diatas, dapat kita
lihat adanya ciri-ciri utama yang membedakan manusia dari hewan, yaitu bahasa
manusia mempunyai rasio dan bisa berfikir.
2.
Teori
klasik Plato
Dalam mengembangkan teori
pendididkan, plato berorientasi pada empat kenyataan :
a.
fakta
psikologi yang menguasai jiwa dan kepribadian manusia
b.
fakta
kemasyarakatan
c.
hubungan
antara individu dan masyarakat
d.
fakta
pradaban manusia berdasarka ketiga fakta diatas.
Berikut ini merupakan pokok-pokok dari teori pendidikan plato[3]:
a.
jika
manusia memiliki akal yang sehat yang menonjol dalam jiwa mereka, maka mereka
akan menjadi individu-individu yang efisien dan sempurna, pendidikan
berlangsung dalam 5 tahap :
1)
pertama,
dari lahir sampai umur 17 atau 18 tahun
2)
kedua,
dari umur 17 atau 18 sampai 20 tahun
3)
ketiga,
dari umur 20 sampai 30 tahun
4)
keempat,
dari umur 30 sampai 35 tahun
5)
kelima
dari umur 35 sampai 50 tahun
b.
bagi
manusia yang memiliki spirit predominan, apabila memperoleh latihan akan dapat
menjadi pembantu pimpinan, meskipun kehidupan pribadi mereka tidak sesempurna
mereka yang menjadi guardians
c.
apabila
manusia yang daya kehendaknya dominan menempuh pendidikan tahap pertama, mereka
akan menjadi anggota kelas pelaksana yang produktif.
B.
Teori
Behavioristik[4]
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah
perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret.
Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan
perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak
lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang
menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa
reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi,
sifat da kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon), artinya bahwa tingkah
laku manusia dikendalikan oleh ganjaran/reward dan penggugatan ala
reinforcement dari lingkungan.
Ada beberapa ciri dari rumpun teori ini, yaitu:[5]
(1) mengutamakan unsur-unsur atau bagian-bagian kecil, (2) bersifat mekanistis,
(3) menekankan peranan lingkungan, (4) mementingkan pembentukan reaksi atau
respons, (5) menekankan pentingnya latihan.
Guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku
siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil
belajar.
1.
Teori
Connectionisme (Koneksionisme)
Tokoh dari teori ini adalah Edward
Lee Throndike (1874-1949), menurutnya belajar merupakan peristiwa terbentuknya
asosiasi-asosiasi antara pristiwa yang di sebut stimulus dan respon.
Percobaan Thorndike yang terkenal
dengan binatang uji coba kucing yang telah dilaparkan dan diletakkan didalam
sangkar yang tertutup dan pintunya dapat dibuka secara otomatis apabila kenop
yang terletak di dalam sangkar tersebut tersentuh.
Percobaan tersebut menghasilkan
teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar itu
terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan
coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan
yang tidak mempunyai hasil. Setiap response menimbulkan stimulus yang baru,
selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan response lagi, demikian
selanjutnya.
Dalam teori ini didapati dua pokok
yang mendorong timbulnya fenomena belajar :
a.
keadaan
kucing yang lapar, seandainya kucing itu kenyank, sudah tentu tak akan berusaha
keras untuk keluar. Sehubungan dengan hal ini, hampir dapat dipastikan bahwa
motivasi (seperti rasa lapar) merupakan hal yang sangat vital dalam belajar.
b.
tersedianya
di muka pintu puzzle box makanan ini merupakan efek positif memuaskan yang
dicapai oleh respons dan kemudian menjadi dasar timbulnya hukum belajar yang
disebut law of effect. Artinya, jika sebuah respon menghasilkan efek yang
memuaskan, hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat dan
sebaliknya.
2.
Teori
Classical Conditioning (Pembiasaan Klasik)
Tokoh utama adalah Ivan Petrovich
Pavlov (1849-1936), dia mengadakan percobaan laboratories terhadap anjing,
dalam hal ini anjing diberi stimulus bersyarat sehingga terjadi reaksi
bersyarat pada anjing.
Classical conditioning meliputi
pembelajaran yang menghubungkan suatu stimulus (rangsangan) yang telah
menimbulkan respons tertentu dengan stimulus baru, sehingga stimulus yang baru
menimbulkan respon yang sama.
Belajar menurut teori ini adalah :
suatu proses yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang menimbulkan reaksi,
yang terpenting adalah adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini
adalah belajar hanya terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan pribadi
dihiraukan.
3.
Operant
Conditioning (Pembiasaan Prilaku Respon)
Tokoh utamanya adalah Burrhus
Frederic Skinner (1904-1990), ia berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah
meramal, mengontrol tingkah laku pada teori ini guru memberikan penghargaan
hadiah atau nilai tinggi sehingga anak lebih rajin. Teori ini disebut operant
conditioning.
Prinsip belajar skiners adalah :
a.
Hasil
belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan jika bener
diberi penguat.
b.
proses
belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c.
dalam
proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri tidak digunakan
hukuman.
d.
tingkahlaku
yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya hadiah diberikan dengan
digunakannya jadwal Variabel ratio reinforcer dalam pembelajaran dipergunakan
Shapping.
e.
Gaya
mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan
dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan.
Jadi sesuatu respons diperkuat oleh penghargaan atau hadiah.[6]
C.
Teori
Kognitivistik (Cognitive Theory)[7]
Teori psikologi kognitif adalah bagian terpenting dari sains
kognitif yang telah memberikan kontribusi yang sangat berati dalam perkembangan
psikologi belajar, pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting
proses internal, mental manusia. Dalam pandangan para ahli kognitif, tingkah laku
manusia yang tampak tak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses
mental, seperti : motivasi,kesengajaan, keyakinan, dan lain-lain.
Dalam
prespektif psikologi kognitif, belajar pada dasarnya adalah pristiwa mental,
bukan pristiwa behavioral (yang bersifat jasmaniah) meskipun hal-hal yang
bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam setiap pristiwa belajar siswa,
secara lahiriah, seorang anak yang sedang belajar membaca dan menulis, tentu
menggunakan perangkat jasmaniah (dalam hal ini mulut dan tangan) untuk mengucap
kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi, prilaku mengucapkan kata-kata dan menggoreskan
pena yang dilakukan anak tersebut, bukan semata-mata respons atas stimulus yang
ada, memainkan yang lebih penting karena dorongan mental yang diatur oleh
otaknya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Menurut
teori klasik hakikat belajar adalah learning is a process of developing or training of mind,
kita belajar melihat objek dengan menggunakan substansi dan sensasi, kita
mengembangkan kekuatan mencipta, ingatan, keinginan, dan pikiran, dengan
melatihnya, dengan kata lain pendidika adalah suatu proses dari dalam atau
inner devolopment, tujuan pendidikan adalah self development atau self
cultivation atau self realization.
Teori belajar
behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat
diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui
rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon)
berdasarkan hukum-hukum mekanistik.
Dalam
pandangan para ahli kognitif, tingkah laku manusia yang tampak tak dapat diukur
dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental, seperti : motivasi,kesengajaan,
keyakinan, dan lain-lain.
B.
Kritik
dan Saran
Dalam
penulisan makalah ini tentnya banyak kesalahan yang sengaja maupun yang tidak
sengaja penulis lakukan maka dari itu penulis berharap adanya kritik dan sara
demi terciptanya suatu karya yang lebih baik ke depannya.
DAFTAR PUSTAKA
Syaodih Sukmadinata Nana, 2005
Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset
Andi Thahir, 2014 Psikologi Belajar, Lampung: IAIN Raden Intan
[1] Andi Thahir, Psikologi
Belajar, Lampung: IAIN Raden Intan, 2014 hal. 115
[2] Andi Thahir, Psikologi
Belajar, Lampung: IAIN Raden Intan, 2014 hal. 116
[3] Andi Thahir, Psikologi
Belajar, Lampung: IAIN Raden Intan, 2014 hal. 119
[4] Andi Thahir, Psikologi
Belajar, Lampung: IAIN Raden Intan, 2014 hal. 120
[5] Nana Syaodih
Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2005 hal. 168
[6]
Nana Syaodih
Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2005 hal. 169
[7] Andi Thahir, Psikologi
Belajar, Lampung: IAIN Raden Intan, 2014 hal. 133
Komentar
Posting Komentar